BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pemilihan
tema yaitu “Pentingnya Estetika” karena ini merupakan tugas dari mata kuliah
Estetika. Sedangkan Paper ini menggambil judul “Pentingnya Estetika dalam
Pendidikan Karakter di Indonesia”. Sebagaimana kita ketahui, akhir-akhir ini
semakin gencar diserukan oleh berbagai pihak masalah pendidikan karakter di
Indonesia yang kurang sukses mencetak anak bangsa menjadi manusia berkarakter.
Banyak munculnya tindak kekerasan, perusakan
lingkungan (vandalisme), kriminalitas,
kesadaran bersopan santun menurun, serta yang paling parah adanya korupsi yang
semakin menggrogoti anak bangsa mulai dari usia muda hingga yang tua.
·
158 kepala daerah tersangkut korupsi sepanjang 2004-2011
·
42 anggota DPR terseret korupsi pada kurun waktu 2008-2011
·
30 anggota DPR periode 1999-2004 terlibat kasus suap
pemilihan DGS BI
·
Kasus korupsi terjadi diberbagai lembaga seperti KPU,KY,
KPPU, Ditjen Pajak, BI, dan BKPM
(Sumber : Litbang Kompas)
Data diatas menunjukan betapa
parahnya karakter yang terbentuk pada anak bangsa masa kini. Perlu suatu solusi
untuk menanggulangi krisis karakter yang terjadi. Dengan kesadaran, pemahaman
estetika dapat memberikan didikan karakter membangun, tidak hanya pada diri
sendiri, namun pada lingkungan dan hubungan sosial.
Pendidikan Karakter bisa diberikan
melalui Pendidikan Seni Budaya atau Seni Rupa. Untuk memberikan Pendidikan
Karakter ini bisa dimulai dari dini sejak duduk dibangku Taman Kanak-kanak (TK)
atau Sekolah Dasar (SD). Hal ini dikarenakan, semakin dini anak diberi
Pendidikan Karakter, semakin mudah pula membentuk pola pikir yang sehat dan
budi pekerti yang baik
Bagi Indonesia sekarang ini, pendidikan
karakter juga berarti melakukan usaha sungguh-sungguh, sitematik dan
berkelanjutan untuk membangkitkan dan menguatkan kesadaran serta keyakinan
semua orang Indonesia bahwa tidak akan ada masa depan yang lebih baik tanpa
membangun dan menguatkan karakter rakyat Indonesia. Dengan kata lain, tidak ada
masa depan yang lebih baik yang bisa diwujudkan tanpa kejujuran, tanpa
meningkatkan disiplin diri, tanpa kegigihan, tanpa semangat belajar yang
tinggi, tanpa mengembangkan rasa tanggung jawab, tanpa memupuk persatuan di
tengah-tengah kebinekaan, tanpa semangat berkontribusi bagi kemajuan bersama,
serta tanpa rasa percaya diri dan optimisme.
1.2 TUJUAN
Paper atau makalah ini bertujuan
untuk memberikan gambaran mengenai adanya pendidikan karakter dan estetika
dalam Pendidikan Karakter di Indonesia. Bagaimana membangun Karakter seorang
anak melalui Pendidikan Seni yang didalam nya menggandung Estetika.
Karena dewasa ini, untuk membangun
karakter sebuah bangsa guna mencetak manusia yang berkarakter baik, tidak hanya
melalui pengetahuan dan kemampuan teknis (hard
skill) namun penting juga menggunakan kemampuan menggelola diri sendiri dan
orang lain (soft skill).
1.3 RUANG LINGKUP MATERI
Pembahasan mengenai Pendidikan
Karakter di Indonesia dan seputar permasalah dalam dunia pendidikan. Menjabarkan
mengenai Pendidikan Seni dan Estetika dalam konteks hubungannya dengan
Pendidikan Karakter di Indonesia.
Memberi gambaran bagaimana pentingnya
Estetika dalam Pembentukan Karakter, serta guna membentuk manusia yang berbudi
pekerti yang baik.
1.4 LANDASAN TEORI
UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
The Liang Gie dalam bukunya berjudul Garis Besar
Estetik (Filsafat Keindahan 1976): Seni itu memiiki bentuk bermakna (Significant form). Bentuk seperti ini
berhadapan dengan apa yang disebut perasaan estetis (aesthetic emotion). Teori ungkapan atau ekspresi bertumpu pada
dalil bahwa seni adalahungkapan perasaan manusia (art is expression of human feeling).
Sagimun Mulus Dumadi dalam bukunya yang berjudul Pembentukan
Pendidikan Watak (Karakter) 1995: Perasaan Keindahan (aesthetic gevoel) ialah rencana yang kita alami pada waktu melihat
atau mendengar sesuatu yang kita rasakan bagus atau tidah bagus. Perasaan
keindahan pada seseorang itu tidak sama kuatnya. Menciptakan dan menikmati seni
memberikan kegembiraan yang besar dan kebahagiaan yang mendalam. Disini peserta
didik harus menghidupkan, memupuk, memelihara, dan membimbing rasa keindahan
pada anak-anaknya.
Denis Huisman, didalam bukunya yang berjudul Esthetica (1964:5-6): Seni dapat
dilakukan secara filosofik, psikhologik dan sosiologik. Yang pertama
bersasaran: perangai dasar, tolok ukur, dan nilai seni. Yang kedua menggambil
sasaran aktivitas menghayati dan mencipta dan telaah seni. Yang ketiga
menyoroti masalah yang berkaitan dengan publik, peran sosial seni, dan
lingkungan sekitar.
BAB
II
PEMBAHASAN
Di era
globalisasi dan pasar bebas ini diperlukan sumberdaya manusia yang cakap,
berkualitas untuk memampu bertahan didalam persaingan ini. Sedangkan Indonesia
masih sangat butuh banyak sumber daya manusia berkualitas yang cukup.
Untuk memenuhi
sumberdaya manusia itu, pendidikan memiliki peran yang sangat penting. Hal ini
sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal
3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
a. Estetika
Esetetika
berasal dari Bahasa Yunani, αισθητική, dibaca aisthetike (hal-hal yang
dapat dicerap dengan pancaindra), dalam istilah lain: aisthesis
(penderapan indrawi), yang berarti perasaan, selera, perasaan atau taste. Pertama kali digunakan oleh
filsuf Alexander Gottlieb Baumgarten pada tahun 1735 dengan istilah aesthetica untuk
pengertian ilmu tentang hal yang bisa dirasakan lewat perasaan, kemudian
berkembang menjadi ilmu tentang keindahan. Beberapa pakar menjelaskan definisi
estetika menurut pemikirannya masing-masing, namun pada intinya sama, yaitu
bahwa estetika adalah hal-hal yang mempelajari tentang keindahan, kualitas
keindahan baik sebagai obyek karya seni, subyeknya, maupun penciptaannya yang
berkaitan dengan proses dan tujuan filosofis.
Keindahan itu
sendiri merupakan sesuatu yang telah ada sejak peradaban bermula. Rasa untuk
menyukai keindahan ada secara sendirinya yang merupakan karunia dari sang
Pencipta. Karena sang Pencipta itu sendiri indah dan menyukai keindahan. Tanpa
keindahan, hidup akan terasa hambar. Hidup hanya akan menjadi berwarna jika
terdapat keindahan. Namun keindahan tersebut sering terbatas dimensi ruang dan
waktu. Hal ini menjadi dorongan dari dalam diri manusia untuk merekam
keindahan-keindahan tersebut, kemudian mengekspresikannya dalam bentuk-bentuk
karya yang dapat diindra, yang bisa dinikmati tanpa terbatas dimensi, hal
inilah yang kita sebut penciptaan seni rupa.
Untuk
memperoleh pemahaman dan pendidikan mengenai estetika, kini estetika dimasukkan
kedalam materi pendidikan seni budaya maupun seni rupa. Pendidikan seni rupa
berarti pembelajaran dan pelatihan yang mengandung transformasi pengetahuan dan
keterampilan-keterampilan mengenai karya seni yang bisa diindra oleh mata dan
dirasakan dengan rabaan.
Lewat
pendidikan seni rupa, ada transfer keterampilan, mahasiswa dilatih untuk dapat
menciptakan karya yang bermutu. Mahasiswa dilatih merasakan sehingga timbul
kepekaan terhadap rasa, peka terhadap karya, apresiatif dan kritis. Ada
transfer nilai-nilai, sehingga karya yang dihasilkan tidak hanya indah namun
juga memiliki makna yang bermanfaat.
b. Pendidikan Karakter
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, karakter diartikan sebagai sifat-sifat kejiwaan, tabiat, watak,
perangai, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang
lainnya, selanjutnya menurut Nani Nurahman karakter diartikan sebagai
nilai-nilai yang diyakini serta melandasi berbagai sikap dan prilaku seseorang.
Terakhir menurut Soemarno Soedarsono dalam bukunya yaitu “Hasrat untuk Berubah”
karakter merupakan “sesuatu” dalam diri manusia yang tidak bersifat turunan
(diwariskan), melainkan harus dicari, ditemukan, dan ditempa karena sebenarnya
sudah melekat pada tiap manusia sejak seseorang dilahirkan dan menjadi bagian
kolektif dari suatu masyarakat. Dengan demikian menurut pemahaman makna
karakter tersebut merupakan sifat-sifat kejiwaan yang dapat dibentuk, ditemukan
dan ditempa untuk dapat meyakini nilai-nilai yang baik dan melekat dalam diri
setiap individu dan berguna dalam kehidupan ini.
Dalam ranah pikir Ki Hadjar Dewantara
mengidentifikasi adanya cipta, rasa, dan karsa, selain itu dalam taksonomi
pendidikan pikiran manusia dibedakan menjadi tiga ranah yakni pengetahuan,
sikap, dan keterampilan. Selain itu perkembangan dalam ilmu psikologi telah
diidentifikasikan pula tentang kecerdasan manusia yang majemuk atau multi
kecerdasan yang terdiri dari sembilan kecerdasan yaitu, kecerdasan bahasa,
matematik, musik, spasial, kinestetik, intrapersonal, interpersonal, naturalis,
dan spritual.
Karakter dan
kebribadian itu adalah dua hal yang berbeda. Kepribadian dibawa sejak lahir dan
tidak dapat di bentuk, namun karakter dapat dibentuk dan dididik. Karakter
tidak bisa diwariskan, karakter tidak bisa dibeli dan karakter tidak bisa
ditukar. Karakter harus dibangun dan dikembangkan secara sadar
hari demi hari dengan melalui suatu proses yang tidak instan. Karakter bukanlah
sesuatu bawaan sejak lahir yang tidak dapat diubah lagi seperti sidik jari.
c. Estetika dalam Pendidikan Karakter
Pendidikan
karakter berhubungan dengan tingkah laku dan tidak sekadar teori, maka untuk
mengevaluasinya diperlukan berbagai kegiatan yang mampu memaparkannya. Seni dan
budaya bidang pendidikan mampu menunjukkan bagaimana karakter anak didik
bekerja.
Seni dan
budaya, merupakan bidang pengembangan karakter yang paling tepat. Bahkan untuk
mengevaluasi bagaimana pendidikan karakter bisa optimal dalam membentuk anak. Karena
dengan adanya peras Pendidikan Seni mampu membangun spotifitas, karakter
positif , kejujuran dan inovasi bisa dilihat dengan lebih baik.
Dalam
estetika, manusia diajarkan untuk mengerti keindahan, mengenal rasa dan melihat
sesuatu dengan perasaan. Peran estetika dalam pendidikan karakter, mampu
membekali dan membangun manusia dengan unsur jiwa yang penuh dengan toleransi
dan perasaan. Estetika juga bermanfaat untuk mengasah ketajaman manusia dalam
berolah rasa yang dibutuhkan dalam menjalani kehidupan. Menurut Nini Thowok
(Antara, Rabu 30 Mei 2012) Jika diamati kondisi sekarang ini, di televisi
orang-orang saling cakar, kekerasan, dan konflik, saya miris. Sepertinya mereka
tidak pernah mendapatkan sentuhan rasa. Seni yang mengasah olah rasa mengedepankan nilai-nilai positif yang
berkaitan dengan keindahan dan harmoni.
Pendidikan
karakter melalui estetika, kesenian dan kebudayaan sangat efektif, terutama
sejak dini pada anak-anak. Dalam proses nya, sejak dini anak dikenakan dengan
budaya lokal, yaitu wayang yang sangat banyak mengandung nilai kearifan lokal tinggi,
dan penggolahan rasa. Pengajaran di bidang kesenian mampu menghaluskan
budi-pekerti seseorang. Sebagai contoh, dengan membaca dan menghayati makna
yang dikandung dalam karya sastra (bagian dari karya seni), seseorang bisa
merasa nyaman. Karena sesungguhnya seni memang mempunyai kemampuan untuk
menyamankan perasaan kita. Karya-karya seni mampu mengusir
kegelisahan-kegelisahan yang sering tanpa kita sadari menyeruak memasuki hati
dan perasaan kita. Karya seni sesungguhnya mampu memanusiawikan manusia,
mengembalikan manusia dari sikap non-human kepada sikap human, sehingga
membentuk kepribadian dan karakter manusia menjadi baik. Kesenian adalah
suatu kekuatan yang mampu mengalahkan dunia yang kasar.
BAB
III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN DAN SARAN
Jika kita tarik garis ringkas dari
pembahasan diawal adalah, estetika dalam pendidikan karakter mendukung dalam
penerapannya kedalam pembelajaran di Indonesia.
1. Kurangnya sumberdaya
manusia berkarakter positif membuat pendidikan karakter sekarang merupakan
kebutuhan yang sangat penting untuk
diaplikasikan dalam proses pembelajaran di
Indonesia
2. Pembelajaran estetika
dan kegiatan seni memiliki potensi yang besar dalam
membentuk karakter siswa dan dapat diintegrasikan dengan pembelajaran mata
pelajaran lainnya sehingga seni memiliki makna yang besar dalam sistem
pendidikan Nasional.
3. Dengan adanya pendidikan dan ilmu estetika
dalam pendidikan di Indonesia, mampu membei karakter pengolahan rasa yang baik,
kemanusiaan, peduli lingkungan, kreatif, tanggung jawab, menghargai prestasi,
kerjakeras, dan cinta damai. Sehingga diharapkan dikemudian hari, bangsa
Indonesia mampu berbangga memiliki pemuda dan pemudi yang berkarakter dan
berkualitas.
4. Estetika dalam pendidikan karakter harus sejak
dini ditanamkan terhadap anak didik, agar terbentuk karakter yang cinta
terhadap keearifan oka dan budaya sendiri
DAFTAR
PUSTAKA
Dewantara, Ki Hadjar ( 1994). Karya Ki Hadjar Dewantara Bagian II Kebudayaan. Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa.
Dumadi, Sagimun Mulus. Pembentukan Pendidikan Watak (Karakter). 1955. Jakarta:
Noorhoff-Kolff N.V.
Gie, The Liang. Garis Besar Estetik (Filsafat Keindahan). 1976.
Yogyakarta: Penerbit Karya.
Huisman, Denis. 1964. Esthetica. Utrecht: Het Spectrum.
Humar, Saham. Mengenali Dunia Seni Rupa (Tentang Seni, Karya Seni, Aktivitas Kreatif,
Apresiasi, Kritik dan Estetika). 1993. Semarang: IKIP Semarang Press.
Suryahadi, Anak Agung. Pendidikan
Karakter Melalui Seni. 2011. Yogyakarta
DAFTAR SITUS WEB
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/
http://antaranews.com/berita/313364/nini-thowok-seni-olah-rasa-dalam-hidup
http://nuansa-pendikar.blogspot.com/2012/03/urgensi-pembelajaran-estetika-dalam.html
http://pendidikankarakter.com/pentingnya-pendidikan-karakter-dalam-dunia-pendidikan/
No comments:
Post a Comment